- 1. Pengertian Surah
Surah merupakan bagian-bagian dari Al-Qur’an, kata surah kadang diterjemahkan ”chapter” atau “bab” namun ia bukan padanan kata yang tepat. Dalam pandangan yang paling umum kata surah berasal dari bahasa Ibrani, Shurah “suatu deretan”.[1] Menurut Al-Zarqani kata surah secara etimologi mengandung makna “al-manzilah” yaitu posisi, karena surah-surah dalam Al-Qur’an mempunyai kedudukan atau tempat masing-masing. Kata “surah” jamaknya ialah “suwar” yang berarti kedudukan atau tempat yang tinggi karena Al-Qur’an itu diturunkan dari tempat yang tinggi, maka dinamailah surah-surahnya dengan surah.[2]
Menurut beberapa ulama tafsir seperti Al-Zarkasyi, bahwa surah adalah Al-Quran yang mencakup sejumlah ayat yang mempunyai permulaan dan penutup dan sedikitnya yang terkandung dalam sebuah surah adalah tiga ayat.[3]Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Surah adalah sejumlah ayat al-Qur’an yang mempunyai permulaan dan kesudahan. Berbeda dengan ayat, ayat adalah kalam Allah yang terdapat dalam sebuah surah dalam al-Qur’an.
- 2. Teori tentang Nama-nama Surat
Pembagian Al-Qur’an menjadi surah-surah merupakan pembagian yang menurut jumhur ulama dituliskan oleh al-Qur’an sendiri. Ayat-ayat yang memuat kata “Surah” antara lain surah An-Nur ayat 1, at-Taubah ayat 86, dan al-Baqarah ayat 23. Umumnya, pemberian nama surah disesuaikan dengan tema yang dibicarakan surah tersebut atau dengan nama yang telah ada dalam surah, seperti “al-Baqarah”, “Ali ‘Imran”, dan “al-Isra’”. Dalam naskah-naskah kuno aI-Qur’an, nama-nama surah sering dituliskan dengan nama semisal “Surah yang membicarakan sapi betina (al-Baqarah)” atau “Surah yang membicarakan keluarga Imran (Ali ‘Imran). Nama-nama dan sifat-sifat ini telah ada pada masa awal Islam berdasarkan kesaksian atsar dan sejarah. Bahkan, nama sebagian surah telah disebutkan dalam beberapa hadits Nabi, seperti surah al-¬Baqarah, Ali ‘Imran, Hud, dan al-Waqi’ah.[4]Nama-nama surah dalam Al-Qur’an tidak selalu menunjukkan makna kandungan atau pembahasan dalam suatu surah, penamaan suatu surah juga tidak selalu diambil dari kata awal suatu surah. Seperti surah ke-16 yang diberi nama An-Nahl yang berarti lebah. Dalam surah tersebut kata An-Nahl dsebutkan pada ayat 68 yang terletak lebih dari separuh ayat dari awalnya, dan ayat 68 hanya satu-satunya yang membicarakan lebah. Juga pada surah ke-26 yang diberi nama Ash-Shura, ayat yang satu-satunya menyebutkan kata tersebut hanya terdapat dalam ayat 224 yang merupakan ayat terakhir dari surah tersebut. Kata-kata yang dijadikan nama surah, walaupun tidak terletak dipermulaan surah menurut para ulama bahwa ia adalah ayat pertama yang diturunkan dalam kelompok surah bersangkutan. Dengan demikian dapat disimpulkan digunakannya kata-kata tertentu sebagai nama surah adalah untuk menghormati ayat yang bersangkutan, karena ia lebih dahulu diturunkan dari ayat-ayat lainnya dalam surah tersebut.[5]
- 3. Macam-macam Surah
Dilihat dari panjang pendeknya suatu surah atau di lihat dari banyak sedikitnya ayat pada surah para sahabat membagi surah-surah menjadi 4 macam:
- Thiwal (surah yang panjang). Terdiri dari 7 surah yaitu: Al-Baqarah, Ali-Imran, An-Nisa, Al-Maidah, Al-An’am, Al-A’raf dan yang ketujuhnya ada perbedaan pendapat, ada yang mengatakan Al-Anfal dan At-Thaubah sekaligus karena keduanya tidak dipisahkan dengan basmalah. Dan ada juga yang mengatakan surah yang ketujuh adalah surah Yunus.
- Al-Miun yaitu surah yang terdiri dari seratus ayat atau lebih sedikit. Seperti Hud, Yusuf, Mu’min, dsb.
- Al-Matsani ayatnya kurang dari seratus. dinamakan Al-Matsani karena surah itu diulang-ulang bacaannya lebih dari Thiwal dan surah Al-Miun. Seperti Al-Anfal, Al-Hijr dsb.
- Al-Mufashal, yaitu surah yang ayat pendek. seperti Ad-Dhuha, Al-Ikhlas, Al- Falaq, An-Nas. Dsb.[6]
- Sistematika Penyusunan Surah dan Argumennya
Para ulama berbeda pendapat tentang tertib surah-surah Qur’an. Sebagian mengatakan bahwa urutan itu berdasarkan wahyu semata (tauqifi), sebagian lagi mengatakan ijma’ atau ijtihad para shahabat (taufiqi). Dan pendapat ketiga merupakan perpaduan antara kedua pendapat sebelumnya.
- Urutan Surah adalahTaufiqi
Dikatakan bahwa tertib surah itu tauqifi dan ditangani langsung oleh Nabi SAW sebagaimana diberitahukan Jibril kepadanya atas perintah Tuhan. Dengan demikian, Al-Qur’an pada masa Nabi SAW telah tersusun surah-surahnya secara tertib sebagaimana tertib ayat-ayatnya. Seperti yang ada di tangan kita sekarang ini. Yaitu tertib mushaf Usmani yang tak ada seorang sahabat pun menentangnya. Ini menunjukkan telah terjadi kesepakatan (ijma’) atas tertib surah, tanpa suatu perselisihan apa pun.[7] Yang mendukung pendapat ini ialah, bahwa Rasulullah telah membaca beberapa surah secara tertib di dalam salatnya. Ibn Abi Syaibah meriwayatkan bahwa Nabi pernah membaca beberapa surah aufassal (surah-surah pendek) dalam satu rakaat. Bukhari meriwayatkan dari Ibn Mas’ud, bahwa ia mengatakan tentang surah Bani Isra’il, Kahfi, Maryam, Taha dan Anbiya’, “Surah-surah itu termasuk yang diturunkan di Mekkah dan yang pertama-tama aku pelajari.” Kemudian ia menyebutkan surah-surah itu secara berurutan sebagaimana tertib susunan seperti sekarang ini.
Telah diriwayatkan melalui Ibn wahhab, dari Sulaiman bin Bilal, ia berkata, “Aku mendengar Rabbi’ah ditanya orang,” Mengapa surah Al-Baqarah dan Ali Imran didahulukan, padahal sebelum kedua surah itu telah diturunkan delapan puluh sekian surah makki, sedang keduanya di turunkan di Madinah?’. Dia menjawab, ‘Kedua surah itu memang didahulukan dan Al-Qur’an dikumpulkan menurut pengetahuan dari orang yang mengumpulkannya.’ Kemudian katanya, ‘Ini adalah sesatu yang mesti terjadi dan tidak perlu dipertanyakan. Ibn Hisyar mengatakan, Tertib surah dan letak ayat-ayat pada tempat-tampatnya itu berdasarkan wahyu. Rasulullah mengatakan, “Letakkanlah ayat ini ditempat ini.” Hal tersebut telah diperkuat oleh nukilan atau riwayat yang mutawatir dengan tertib seperti ini, dari bacaan Rasulullah dan ijma’ para sahabat untuk meletakkan atau menyusunnya seperti ini didalam mushaf”.
- Urutan surah Al-Qur’an adalah Ijtihad Sahabat
Dikatakan bahwa tertib surah itu berdasarkan ijtihad para sahabat. Dasar dari pendapat itu adalah kenyataan bahwa para shahabat punya koleksi mushaf yang awalnya berbeda-beda urutan. Misalnya mushaf Ali disusun menurut tertib nuzul, yakni dimulai dengan Iqra’, kemudian Muddassir, lalu Nun, Qalam, kemudian Muzammil, dan seterusnya hingga akhir surah makki dan madani. Dalam mushaf Ibn Masu’d yang pertama ditulis adalah surah Al-Baqarah, Nisa’ dan Ali-’Imran. Dalam mushaf Ubai yang pertama ditulis ialah Fatihah, Baqarah, Nisa’ dan Ali-Imran.[8]
Diriwayatkan Ibn Abbas berkata, “Aku bertanya kepada Usman, “Apakah yang mendorongmu mengambil Anfal yang termasuk kategori masani dan Al-Bar’ah yang termasuk Mi’in untuk kamu gabungkan keduanya menjadi satu tanpa kamu tuliskan di antara keduanya Bismillahirrahmanirrahim, dan kamu pun meletakkannnya pada as-Sab’ut Tiwal (tujuh surah panjang)? Usman menjawab, “ Telah turun kepada Rasulullah surah-surah yang mempunyai bilangan ayat. Apabila ada ayat turun kepadanya, ia panggil beberapa orang penulis wahyu dan mengatakan, Letakkanlah ayat ini pada surah yang di dalamnya terdapat ayat anu dan anu.” Surah Anfal termasuk surah pertama yang turun di madinah. Sedang surah Bara’ah termasuk yang terakhir diturunkan. Surah Anfal serupa dengan surah yang turun dalam surah Bara’ah, sehingga aku mengira bahwa surah bara’ah adalah bagian dari surah Anfal. Dan sampai wafatnya Rasulullah tidak menjelaskan kepada kami bahwa surah Bara’ah adalah sebagian dari surah Anfal. Oleh karena itu, kedua surah tersebut aku gabungkan dan diantara keduanya tidak aku tuliskan Bismillahirrahmanirrahim serta aku meletakkannya pula pada as-Sab’ut Tiwal.[9]
- Urutan Sebagian Surah adalah Taufiqi dan Sebagian lagi Ijtihad Sahabat
Pendapat ketiga adalah perpaduan antara keduanya. Mereka mengatakan bahwa sebagian surah itu tertibnya tauqifi dan sebagian lainnya berdasarkan ijtihad para sahabat.12 Hal ini karena terdapat dalil yang menunjukkan tertib sebagian surah pada masa Nabi. Misalnya keterangan yang menunjukkan tertib as-’abut Tiwal, al hawamin dan al mufassal pada masa hidup Rasulullah. “Bahwa Rasulullah berkata: bacalah olehmu dua surah yang bercahaya, baqarah dan ali Imran”. Ulama yang mendukung pendapat ini seperti Al-Qadhi Abu Muhammad bin Athiyah berpendapat bahwa sistematika surah diserahkan sahabat sesudah wafat nabi, Sesungguhnya sebagain besar surat-surat Al-Quran itu telah di ketahui sistematika pada waktu nabi masih hidup, misalnya as-Sab’u at-Thiwal surat-surat yang dimulai dengan Ha-Mim dan surat mufashal.13 Al-Zarqani menegaskan bahwa pendapat ketiga inilah yang paling tepat, sementara pendapat pertama ada kelemahannya karena adanya hadist-hadist yang menunjukkan adanya taufiqi pada urutan sebagain surah. Begitu pula dengan pendapat kedua yang menunjukkan adanya kelemahan karena hadist Ibnu Abbas yang dijadikan dasar ternyata menunjukkan adanya ijtihad sahabat yaitu upaya Utsman bin Affan untuk menggabunkan surah Al-Anfal dan Al-Taubah kedalam As-Sab’u at-Thiwal dan kedua surah tersebut tidak dibatasi dengan basmalah.
Ibn Hajar mengatakan, “Tertib sebagain surah-surah atau sebagian besarnya itu tidak dapat ditolak sebagai bersifat Tauqifi.” Untuk mendukung pendapatnya ia kemukakan hadis Huzaifah as-Saqafi yang didalamnya antara lain termuat: Rasulullah berkata kepada kami, “Telah datang kepadaku waktu untuk membaca hizb (bagian) dari Qur’an, maka aku tidak ingin keluar sebelum selesai.” Kata Ibn Hajaar, “Ini menunjukkan bahwa tertib surah-surah seperti terdapat dalam mushaf sekarang adalah tertib surah pada masa Rasulullah.” Dan katanya, “Namun mungkin juga bahwa yang telah tertib pada waktu itu hanyalah bagian mufassal, bukan yang lain.” Apabila membicarakan ketiga pendapat ini, jelaslah bagi kita bahwa pendapat kedua, yang menyatakan tertib surah-surah itu berdasarkan ijtihad para sahabat, tidak bersandar dan berdasar pada suatu dalil. Sebab, ijtihad sebagian sahabat mengenai tertib mushaf mereka yang khusus, merupakan ikhtiar mereka sebelum Qur’an dikumpulkan secara terib. Ketika pada masa Usman Qur’an dikumpulkan, ditertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya pada suatu huruf (logat) dan umat pun menyepakatinya, maka mushaf-mushaf yang ada pada mereka ditinggalkan. Seandainya tertib itu merupakan hasil ijtihad, tentu mereka tetap berpegang pada mushafnya masing-masing. Mengenai hadis tentang surah al-Anfal dan Taubah yang diriwayatkan dari Ibn Abbas di atas, isnadnya dalam setiap riwayat berkisar pada Yazid al Farsi yang oleh Bukhari dikategorikan dalam kelompok du’afa’. Di samping itu dalam hadis inipun tedapat kerancuan mengenai penempatan basmalah pada permulaan surah, yang mengesankan seakan-akan Usman menetapkannya menurut pendapatnya sendiri dan meniadakannya juga menurut pendapatnya sendiri. Oleh karena itu dalam komentarnya terdapat hadis tersebut dalam musnad Imam Ahmad. Syaikh Ahmad Syakir, menyebutkan, “Hadis itu tak ada asal mulanya” paling jauh hadis itu hanya menunjukan ketidaktertiban kedua surah tersebut. Sementara itu, pendapat ketiga yang menyatakan sebagian surah itu tertibnya tauqifi dan sebagian lainnya bersifat ijtihadi, dalil-dalilnya hanya berpusat pada nas-nas yang menunjukkan tertib tauqifi. Adapun bagian yang ijtihadi tidak bersandar pada dalil yang menunjukkan tertib ijtihadi. Sebab, ketetapan yang tauqifi dengan dalil-dalilnya tidak berarti bahwa selain itu adalah hasil ijtihad. Disamping itu pula yang bersifat demikian hanya sedikit sekali.
Dengan demikian bahwa tertib surah itu bersifat tauqifi seperti halnya tertib ayat-ayat. Abu Bakar Ibnul Anbari menyebutkan, “Alah telah menurunkan Qur’an seluruhnya ke langit dunia. Kemudian ia menurunkannya secara berangsur-angsur selama dua puluh sekian tahun. Sebuah surah turun karena suatu urusan yang terjadi dan ayat pun turun sebagai jawaban bagi orang yang bertanya, sedangkan Jibril senantiasa memberitahukan kepada Nabi di mana surah dan ayat tersebut harus ditempatkan. Dengan demikian susunan surah-surah, seperti halnya susunan ayat-ayat dan logat-logat Al-Qur’an, seluruhnya berasal dari Nabi. Oleh karena itu, barang siapa mendahulukan sesuatu surah atau mengakhirinya, ia telah merusak tatanan Al-Qur’an.” Al-Kirmani dalam al-Burhan mengatakan, “Tertib surah seperti kita kenal sekarang ini adalah menurut Allah pada lauh mahfuz, Qur’an sudah menurut tertib ini. Dan menurut tertib ini pula Nabi membacakan di hadapan Jibril setiap tahun apa yang dikumpulkannya dari Jibril itu. Nabi membacakan dihadapan Jibril menurut tertib ini pada tahun kewafatannya sebanyak dua kali. Dan ayat yang terakhir kali turun ialah, “Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah.” (Al-Baqarah: 28). Lalu jibril memerintahkan kepadanya untuk meletakkan ayat ini diantara ayat riba dan ayat tentang utang piutang.Dalam pembahasan tertib Al-Qur’an As-Suyuti menjelskan bahwa para ulama berbeda pendapat dalam tertib surah apakah taufiqi ataupun Ijtihad para sahabat hingga tersusun sekarang, Namun dalam tertib ayat-ayat para ulama sepakat bahwa urutan ayat-ayat atas dasar taufiqi. As-Suyuti Sendiri cenderung pada pendapat Baihaqi yang mengatakan, “Al-Qur’an pada masa Nabi surah dan ayat-ayatnya telah tersusun menurut tertib ini kecuali anfal dan bara’ah(at-taubah), karena hadis Usman.”
How to use a blade to chop wood -TiN Arts
BalasHapus› en-US › tools titanium trimmer › spades › en-US › tools › spades This is how you titanium ring chop wood with the tools. Use our shovel tools to chop the wood grade 5 titanium into pieces and use ecm titanium it titanium bikes to chop the wood to create a blade.